Tokek yang menggiurkan
akrab dengan tokek. Seperti kesibukan sehari-hari yang terlihat di rumah Pak Prabudi. Di tempat ini, binatang mirip cicak berukuran agak besar, diolah menjadi bahan makanan kering atau dendeng.
Bisnis pengolahan tokek ini, ternyata mendatangkan keuntungan menggiurkan. Saat bisnis ini pertama kali ditekuni masyarakat setempat, tingkat konsumsinya memang tidak terlalu besar. Sejak awal, dendeng tokek diproduksi memang bukan untuk konsumsi sehari-hari, namun untuk alternatif pengobatan. Waktu itu hanya untuk memenuhi pasar Jakarta. Pak Haji sendiri baru memulai bisnis ini tahun 1998, dan pesanan diperolehnya secara kebetulan.
Bisa dibilang menjalankan bisnis pengolahan dendeng tokek ini tidak butuh modal besar. Tokek dicari di lingkungan tempat tinggal mereka. Proses pengolahan tokek menjadi makanan kering, tak terlalu rumit.
Tokek-tokek yang telah dimatikan ini, tubuhnya dibelah dan seluruh isinya dikeluarkan.
Bagi yang tidak terbiasa bergaul dengan tokek, akan merasa geli. Kulit tubuhnya bersisik dan terdapat totol-totol berwarna ungu. Namun bagi kebanyakan masyarakat Gending Leces, menguliti tokek menjadi bagian dari pekerjaan sehari-hari.
Tokek yang telah bersih dan dibentuk mirip sayap ini, lalu dimasukkan ke dalam oven. Panas oven harus merata, agar tokek tidak mentah dan juga tidak terlalu matang. Tokek dipanggang dalam oven selama 2 hari dua malam dengan suhu 60 derajat celcius.
Tokek yang telah menjadi dendeng ini, siap dikemas.

Harga jualnya perekor 1500 rupiah. Untuk pasar dalam negeri, dendeng tokek dijual dalam keadaan tanpa kepala dan kaki. Sedangkan untuk pasar luar negeri, dikemas utuh berikut kepala dan kaki. Kemasan untuk ekspor memang harus diperlakukan ekstra hati-hati dan serapi mungkin.
Dendeng tokek dalam kemasan ini bisa tahan selama seminggu. Agar lebih awet, dapat disimpan di lemari pendingin. Untuk pasaran ekspor sedikitnya membutuhkan 60 ribu ekor tokek, sekali pengiriman. Kemasan-kemasan dendeng tokek ini selanjutnya diekspor ke sejumlah negara seperti Singapura,Taiwan, Cina, Hongkong, Jepang dan Korea.
Dendeng tokek bisa langsung dikonsumsi, tanpa harus diolah lagi. Bahkan masyarakat sekitar Gending Leces, biasa mengkonsumsi tokek dalam keadaan mentah. Tokek diyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit kulit mulai dari jerawat hingga eksim.
Selain bertani, masyarakat Gending Leces juga punya pekerjaan lain. Sebagai pemburu tokek. Ada yang sepenuhnya sebagai pemburu tokek, sebagian ada pula yang menjadikan pekerjaan berburu tokek sebagai pekerjaan sampingan sembari bertani.
Beginilah cara mereka berburu tokek. Biasanya terbagi dalam kelompok beranggotakan 8 hingga 10 orang. Perburuan tokek dimulai menjelang malam. Persiapannya tak terlalu rumit. Hanya berbekal lampu sorot, keranjang dan galah dengan pengkait diujungnya. Dengan bersepeda, mereka akan menempuh jarak puluhan kilometer.
Ada pula kelompok yang memilih berburu tokek dengan berjalan kaki. Dari desa ke desa. Dari hutan ke hutan dan mereka baru pulang saat subuh menjelang. Tokek, yang menjadi primadona bisnis di Probolinggo, sangat mudah didapat. Bahkan hampir diseluruh wilayah Indonesia, tokek bisa dijumpai. Tokek hidup dan berkembang biak di hutan jati, pemakaman dan rumah-rumah penduduk.Biasanya tokek akan berkeliaran pada malam hari, saat musim kemarau dan terang bulan. Namun disaat musim hujan, tak banyak tokek yang berkeliaran. Memang agak sulit mengenali tokek di kegelapan malam. Harus teliti dan waspada. Karena mendengar suara berisik sedikitpun, tokek akan kabur. Menangkapnya tak terlalu sulit, karena jika terpapar cahaya tokek tidak akan kabur. Meski begitu, harus tetap hati-hati. Binatang melata ini selain suka menggigit, ditenggarai juga memiliki racun dikepalanya, namun tak seganas bisa ular.
Suparman, Sumarto da anggota kelompok lainnya, malam itu cukup beruntung. Di lokasi pemakaman yang tak jauh dari tempat tinggal, mereka berhasil menangkap sedikitnya 20 ekor tokek per-orang. Namun disaat musim kemarau, masing-masing bisa menangkap minimal 50 ekor.
Tak selamanya berburu tokek di hutan jati, pemakaman atau rumah penduduk membawa keberuntungan. Para pemburu tokek ini pernah punya pengalaman pahit, disangka pencuri. Keesokan harinya, mereka menyetor tokek-tokek ini kerumah pengusaha dendeng tokek. Per-ekor dihargai Rp 1100. Dirumah Pak Haji Budi, tokek-tokek ini tak langsung diolah menjadi dendeng. Namun dipilah-pilah, jantan betina. Ukuran tubuhnya pun diperhatikan betul, agar memenuhi standar mutu. Berbeda dengan tokek jantan, anakan tokek betina akan dibiakkan lebih dulu hingga dewasa, dalam kandang penangkaran. Makanan mereka, belatung dan lalat. Butuh waktu 2 atau 3 bulan, tokek ini akan bertelur minimal 20 butir sekali bertelur. Setelah bertelur, tokek betina dewasa bisa langsung diolah.
Upaya penangkaran ini dilakukan Pak Haji, mengingat kebutuhan pasar ekspor kadang tidak dapat dipenuhi karena langkanya tokek. Dalam setahun, Pak Haji minimal 4 hingga 5 kali, masing-masing sebanyak 60 ribu ekor dendeng tokek.
Usaha penangkaran memang baru dijalankan Pak Haji setahun
belakangan ini, karena permintaan ekspor yang terus melonjak. Tampaknya perlu sentuhan tangan pemilik modal, siapa tahu sang
primadona bisnis masyarakat Gending Leces, Probolinggo, Jawa Timur ini, bisa berkembang pesat.
Bisnis pengolahan tokek ini, ternyata mendatangkan keuntungan menggiurkan. Saat bisnis ini pertama kali ditekuni masyarakat setempat, tingkat konsumsinya memang tidak terlalu besar. Sejak awal, dendeng tokek diproduksi memang bukan untuk konsumsi sehari-hari, namun untuk alternatif pengobatan. Waktu itu hanya untuk memenuhi pasar Jakarta. Pak Haji sendiri baru memulai bisnis ini tahun 1998, dan pesanan diperolehnya secara kebetulan.
Bisa dibilang menjalankan bisnis pengolahan dendeng tokek ini tidak butuh modal besar. Tokek dicari di lingkungan tempat tinggal mereka. Proses pengolahan tokek menjadi makanan kering, tak terlalu rumit.
Tokek-tokek yang telah dimatikan ini, tubuhnya dibelah dan seluruh isinya dikeluarkan.
Bagi yang tidak terbiasa bergaul dengan tokek, akan merasa geli. Kulit tubuhnya bersisik dan terdapat totol-totol berwarna ungu. Namun bagi kebanyakan masyarakat Gending Leces, menguliti tokek menjadi bagian dari pekerjaan sehari-hari.
Tokek yang telah bersih dan dibentuk mirip sayap ini, lalu dimasukkan ke dalam oven. Panas oven harus merata, agar tokek tidak mentah dan juga tidak terlalu matang. Tokek dipanggang dalam oven selama 2 hari dua malam dengan suhu 60 derajat celcius.
Tokek yang telah menjadi dendeng ini, siap dikemas.
Harga jualnya perekor 1500 rupiah. Untuk pasar dalam negeri, dendeng tokek dijual dalam keadaan tanpa kepala dan kaki. Sedangkan untuk pasar luar negeri, dikemas utuh berikut kepala dan kaki. Kemasan untuk ekspor memang harus diperlakukan ekstra hati-hati dan serapi mungkin.
Dendeng tokek dalam kemasan ini bisa tahan selama seminggu. Agar lebih awet, dapat disimpan di lemari pendingin. Untuk pasaran ekspor sedikitnya membutuhkan 60 ribu ekor tokek, sekali pengiriman. Kemasan-kemasan dendeng tokek ini selanjutnya diekspor ke sejumlah negara seperti Singapura,Taiwan, Cina, Hongkong, Jepang dan Korea.
Dendeng tokek bisa langsung dikonsumsi, tanpa harus diolah lagi. Bahkan masyarakat sekitar Gending Leces, biasa mengkonsumsi tokek dalam keadaan mentah. Tokek diyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit kulit mulai dari jerawat hingga eksim.
Selain bertani, masyarakat Gending Leces juga punya pekerjaan lain. Sebagai pemburu tokek. Ada yang sepenuhnya sebagai pemburu tokek, sebagian ada pula yang menjadikan pekerjaan berburu tokek sebagai pekerjaan sampingan sembari bertani.
Beginilah cara mereka berburu tokek. Biasanya terbagi dalam kelompok beranggotakan 8 hingga 10 orang. Perburuan tokek dimulai menjelang malam. Persiapannya tak terlalu rumit. Hanya berbekal lampu sorot, keranjang dan galah dengan pengkait diujungnya. Dengan bersepeda, mereka akan menempuh jarak puluhan kilometer.
Ada pula kelompok yang memilih berburu tokek dengan berjalan kaki. Dari desa ke desa. Dari hutan ke hutan dan mereka baru pulang saat subuh menjelang. Tokek, yang menjadi primadona bisnis di Probolinggo, sangat mudah didapat. Bahkan hampir diseluruh wilayah Indonesia, tokek bisa dijumpai. Tokek hidup dan berkembang biak di hutan jati, pemakaman dan rumah-rumah penduduk.Biasanya tokek akan berkeliaran pada malam hari, saat musim kemarau dan terang bulan. Namun disaat musim hujan, tak banyak tokek yang berkeliaran. Memang agak sulit mengenali tokek di kegelapan malam. Harus teliti dan waspada. Karena mendengar suara berisik sedikitpun, tokek akan kabur. Menangkapnya tak terlalu sulit, karena jika terpapar cahaya tokek tidak akan kabur. Meski begitu, harus tetap hati-hati. Binatang melata ini selain suka menggigit, ditenggarai juga memiliki racun dikepalanya, namun tak seganas bisa ular.
Suparman, Sumarto da anggota kelompok lainnya, malam itu cukup beruntung. Di lokasi pemakaman yang tak jauh dari tempat tinggal, mereka berhasil menangkap sedikitnya 20 ekor tokek per-orang. Namun disaat musim kemarau, masing-masing bisa menangkap minimal 50 ekor.
Tak selamanya berburu tokek di hutan jati, pemakaman atau rumah penduduk membawa keberuntungan. Para pemburu tokek ini pernah punya pengalaman pahit, disangka pencuri. Keesokan harinya, mereka menyetor tokek-tokek ini kerumah pengusaha dendeng tokek. Per-ekor dihargai Rp 1100. Dirumah Pak Haji Budi, tokek-tokek ini tak langsung diolah menjadi dendeng. Namun dipilah-pilah, jantan betina. Ukuran tubuhnya pun diperhatikan betul, agar memenuhi standar mutu. Berbeda dengan tokek jantan, anakan tokek betina akan dibiakkan lebih dulu hingga dewasa, dalam kandang penangkaran. Makanan mereka, belatung dan lalat. Butuh waktu 2 atau 3 bulan, tokek ini akan bertelur minimal 20 butir sekali bertelur. Setelah bertelur, tokek betina dewasa bisa langsung diolah.
Upaya penangkaran ini dilakukan Pak Haji, mengingat kebutuhan pasar ekspor kadang tidak dapat dipenuhi karena langkanya tokek. Dalam setahun, Pak Haji minimal 4 hingga 5 kali, masing-masing sebanyak 60 ribu ekor dendeng tokek.
Usaha penangkaran memang baru dijalankan Pak Haji setahun
belakangan ini, karena permintaan ekspor yang terus melonjak. Tampaknya perlu sentuhan tangan pemilik modal, siapa tahu sang
primadona bisnis masyarakat Gending Leces, Probolinggo, Jawa Timur ini, bisa berkembang pesat.
Industri tekstil kita memang bermuka dua. Di satu muka katanya ekspor tekstil dan pakaian jadi meningkat, dilain sisi pasar dalam negeri dibanjiri tekstil dan pakaian dari Cina. Tidak ketinggalan juga pakaian bekas dari negara-negara tetangga, bak tsunami membanjiri pasar tradisional dan trotoar jalan. Ekspor yang terus meningkat dinikmati oleh industri besar. Pasar dalam negeri yang makin mengecil membuat industri kecil tekstil dan pakaian jadi kelimpungan. Tempat penjualan merekapun dipasar-pasar grosir dan eceran tradisional mulai digeser dan digusur dengan alasan peremajaan dan modernisasi.
Walaupun tekstil dan pakaian jadi untuk golongan rendah cukup murah, tapi karena penghasilan yang berkurang dan pengangguran yang terus bertambah, tetap masih tidak terjangkau, Keadaan perekonomian yang demikian juga dimanfaatkan oleh para entrepreneur kecil, atau wirausaha kecil untuk mengembangkan bisnis pakaian jadi.
dan mereka tidak mampu membelinya. Pakaian jadi lokal dari Jorongan ini sebagai alternatif pilihan untuk dibeli.
Sebut saja Mas Bejo namanya, asal Desa Jorongan , sudah empat tahun ini menekuni bisnis pakaian jadi. Sejak krisis ekonomi tahun 1998, Mas Bejo sudah tidak mempunyai pekerjaan tetap, tapi lumayan masih bisa membiayai kehidupan keluarganya dari pekerjaan serabutan. Ia mulai usahanya dirumah ukuran 14 X 14 meter dengan bermodal mesin jahit bekas, berlokasi di daerah pemukiman padat penduduk. Mas Bedjo masih harus merogoh keoceknya sebesar 3 juta rupiah untuk membeli berbagai peralatan untuk pekerjaan mekanik maupun listrik.
Pada awalnya pekerjaan cukup banyak, tetapi sekarang agak berkurang, sehingga ia mulai membeli di produksi baju khusu pria dengan warna kota-kotak dihargai Rp. 40.000,- - Rp. 50.000
baju dijual secara eceran maupun partai, model pemasaran dipasok kepasar-pasar local di Kabupaten Probolinggo
Tapi sekarang ini lebih mudah menjual melalui salesman yang menjual dari pintu ke pintu.
Usaha baju Mas Bedjo menghasilkan pendapatan kotor antara 2 sampai 2,5 juta rupiah setiap bulan, sehingga penghasilan bersihnya bisa mencapai 1 juta rupiah. Usaha semacam ini banyak kita temui disekitar Probolinggo . Sudah saatnya bagi Pemerintah memikirkan Mas Bejo-Mas Bejo ini agar dapat meningkatkan produktivitasnya.
Sukses mengelola buah mangga

Produk usaha kecil yang dilakoni Ibu Lilik (59) tergolong sukses dan mandiri, berawal dari hobi menanam tanaman disekitar rumahnya dan didorong keinginan untuk memperkerjakan masyarakat disekitar lingkungannya, Ibu Lilik memberanikan diri untuk memanfaatkan tanaman di pekarangannya.
Produk usaha kecil yang dilakoni Ibu Lilik (59) tergolong sukses dan mandiri, berawal dari hobi menanam tanaman disekitar rumahnya dan didorong keinginan untuk memperkerjakan masyarakat disekitar lingkungannya, Ibu Lilik memberanikan diri untuk memanfaatkan tanaman di pekarangannya.
Awalnya usaha yang dirintis sejak lima tahun lalu masih mengandalkan tenaga tradisional kini setelah sukses mengembangkan usahanya ibu Lilik sudah mempunyai peralatan modern bantuan dari Pemerintah kabupaten Probolinggo.
ide untuk membuat sirup mangga ini didasari karena banyak konsumen dari luar daerah bila berkunjung ke Probolinggo hanya membeli mangga dan anggur, tetapi bisa membeli oleh – oleh yang khas dengan buah mangga, untuk itu Ibu Lilik mengembangkan sirup mangga seperti sirup apel yang ada di batu.
Sirup mangga Ibu Lilik tergolong baru, karena di Probolinggo tidak ada pelaku usaha yang mengembangkan sirup ini ” maklum untuk memproduksi sirup mangga tidak setiap waktu tergantung musim mangga ” ujar Ibu Lilik
Sirup mangga yang diproduksi Ibu Lilik dikemas dalam botol plastik 600 ml dengan kombinasi warna khas kuning mangga , kemasan ini lebih menarik dan mudah dibawa.
Selain mengembangkan sirup mangga, ibu Lilik juga mengembangkan usaha manisan mangga, dodol mangga, selai mangga, rengginang dan kue kering.
Tidak puas mengembangkan aneka olahan mangga, Ibu Lilik juga mengembangkan potensi laut, yang dikemas dalam bentuk dendeng ikan.
Bagi Ibu Lilik mengembangkan usaha hasil produk dari probolinggo merupakan kebanggan tersendiri, betapa tidak dengan usahanya ini Ibu Lilik dikenal di seluruh kabupaten dan Kota Probolinggo, bahkan Pemerintah Daerah untuk melengkapi parsel lebaran dilengkapi produk dari Ibu Lilik

ide untuk membuat sirup mangga ini didasari karena banyak konsumen dari luar daerah bila berkunjung ke Probolinggo hanya membeli mangga dan anggur, tetapi bisa membeli oleh – oleh yang khas dengan buah mangga, untuk itu Ibu Lilik mengembangkan sirup mangga seperti sirup apel yang ada di batu.
Sirup mangga Ibu Lilik tergolong baru, karena di Probolinggo tidak ada pelaku usaha yang mengembangkan sirup ini ” maklum untuk memproduksi sirup mangga tidak setiap waktu tergantung musim mangga ” ujar Ibu Lilik
Sirup mangga yang diproduksi Ibu Lilik dikemas dalam botol plastik 600 ml dengan kombinasi warna khas kuning mangga , kemasan ini lebih menarik dan mudah dibawa.
Selain mengembangkan sirup mangga, ibu Lilik juga mengembangkan usaha manisan mangga, dodol mangga, selai mangga, rengginang dan kue kering.
Tidak puas mengembangkan aneka olahan mangga, Ibu Lilik juga mengembangkan potensi laut, yang dikemas dalam bentuk dendeng ikan.
Bagi Ibu Lilik mengembangkan usaha hasil produk dari probolinggo merupakan kebanggan tersendiri, betapa tidak dengan usahanya ini Ibu Lilik dikenal di seluruh kabupaten dan Kota Probolinggo, bahkan Pemerintah Daerah untuk melengkapi parsel lebaran dilengkapi produk dari Ibu Lilik
Salah satu kegiatan ekonomi rakyat yang ada di Kabupaten Probolinggo tepat du Desa Tiris Kabupaten Probolinggo adalah usaha kripik pisang yaitu usaha makanan kecil yang berkembang pesat di Kecamatan Tiris. Salah satu diantaranya adalah yang dikerjakan oleh Ibu Anisa, usia 36 tahun, di Desa Tiris – Kecamatan Tiris. Sudah 4 tahun ini ia dibantu oleh dua orang anggota keluarganya mengerjakan usaha kripik pisang dengan memanfaatkan ruangan 6 X 7 meter. Untuk memulai usahanya Ibu Anisa mengeluarkan dana sebesar 500 ribu rupiah untuk membeli berbagai peralatan, alat masak, dan kompor. Usaha ini bagi Ibu Anisa merupakan usaha
tambahan disamping pekerjaannya untuk menopang kehidupan keluarganya. usaha pembuatan kripik pisang ini ia kerjakan selama 2 sampai 3 jam.
Satu tandan pisang ia beli antara 11 – 12 ribu rupiah, dan keripiknya ia bungkus dan dijual dengan harga 1000 rupiah setiap bungkusnya. Dari satu tandan pisang Ibu Anisa bisa mendapatkan keuntungan antara 7 sampai 9 ribu rupiah. Modal kerja yang ia keluarkan untuk usaha kripik ini sebesar 200 ribu rupiah. Selain untuk membeli pisang, juga untuk membeli minyak goreng, minyak tanah dan plastik pembungkus. Pasar untuk kripik pisang ini masih terbuka lebar, oleh karenanya di Kecamatan Tiris berkembang beberapa usaha kripik pisang ini. Kendala yang ia hadapi hanya akses modal dan pemasaran , Ia belum memikirkan untuk memperluas usahanya itu, karena tentu akan menyita waktu yang lebih banyak, memerlukan tambahan modal, dan memerlukan pemasaran yang lebih baik.
Dengan usaha yang terbatas yang dikerjakan sekarang, ia bisa mendapatkan tambahan penghasilan bersih rata-rata 1.200.000,- ribu rupiah setiap bulannya. Cukup ukup untuk mengatasi kebutuhan hidupnya sehari-hari bersama keluarga.
Disamping menjual kripik pisang Ibu Anisa juga menjual berbagai macam produk kripik semisal Singkong dan talas dan juga racikan
bubuk kopi nangka, untuk pemasarannnya maih terbatas lokal probolinggo.
Dengan metode pembuatan yang sederhana Ibu Anisa berharap untuk segeramembeli mesin proses kripik, karena proses manual yang dimiliki tidak dapat memenuhi pesanan yang lebih besar.
Proses pembuatan tahu buatan lokal ini, sudah dilakukan Hasan Abdullah, salah satu pemilik usaha tahu, di Desa Bulujalan lor Kecamatan Sumberasih. Ia melaksanakan usaha tersebut, sejak 1992. Hingga kini, usahanya masih bertahan, meski dari modal sendiri.
Maklum saja, sejak ia merintis usaha tahu, belum ada bantuan yang bisa dinikmati. "Yang ada hanya janji-janji belaka," kata Hasan, ia tidak terlalu berharap banyak dari pemerintah.
Toh, dari hasil usaha tahunya, kini dalam sehari omset yang didapat bisa mencapai Rp 400 ribu. Jika dikalikan selama sebulan, bisa mencapai sekitar Rp 12 juta, sudah ia kantongi di tangan. Hasil yang dirasakan, kini dua anaknya bergelar sarjana. Satu lagi masih kuliah jurusan perawat pada salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya
Ia bercerita, per hari ia bisa memproduksi tahu sekitar 800 potong, untuk 50 kilogam kedelai. Satu potongnya, ia jual seharga Rp 400. Bahan baku kedelai ia beli seharga Rp 7.100 per kilogram, sejak diturunkannya harga BBM sebanyak tiga kali. Jika harga pada saat BBM naik, harga kedelai per kilo bisa mencapai Rp 7.800.
Namun, penurunan harga BBM dan kedelai tadi, tidak menjamin bahwa omset usaha tahu bisa alami kenaikan, yang terjadi justru malah penurunan. Ini disebabkan, daya beli masyarakat yang menurun sejak harga bawang dan padi, mengalami penurunan harga akibat krisis global.
Akibatnya, jumah produksi tahu mengalami penurunan setengahnya. Dulu, ia bisa menghasilkan tahu per hari sebanyak 2.000 potong. Kini, hanya 800 potong saja. Itu yang dilakukan karena tidak mau mengambil resiko. "Biar sedikit yang penting laku," kata Hasan

Ia menceritakan, secara rinci tahapan proses produksi tahu, berawal dari kedelai yang dicuci dengan air bersih. Lalu direndam dalam air besar selama 3 jam. Setelah direndam dicuci kembali sekitar setengah jam. Setelah dicuci bersih, kedelai dibagi-bagi diletakkan dalam bleg atau tempat yang terbuat dari bambu atau plastik.
Selanjutnya, kedelai digiling sampai halus dan butir kedelai mengalir dengan sendirinya ke dalam tong penampung. Selesai digiling, langsung direbus selama 15-20 menit, mempergunakan wajar dengan ukuran yang besar-besar. Sebaiknya jarak waktu antara selesai digiling dan dimasak, tidak lebih dari 5-10 menit, supaya kualitas tahu menjadi baik. Selesai dimasak bubur kedelai diangkat dari wajan ke bak atau tong untuk disaring.
Agar bubur dapat disaring sekuat-kuatnya, diletakkan sebuah papan kayu pada kain itu, lalu ada satu orang naik di atasnya, dan menggoyang-goyang. Supaya terperas semua air yang masih ada pada bubur kedelai. Limbah dari penyaringan berupa ampas tahu. Kalau perlu ampas tahu diperas lagi dengan menyiram air panas, sampai tidak mengandung sari lagi.
Kemudian, air sampingan yang tertampung dalam tong warna kuning atau putih, merupakan bahan yang akan menjadi tahu. Air saringan dicampur dengan batu tahu, untuk menggumpalkan. Gumpalan atau jonjot putih yang mulai mengendap itulah, yang nanti sesudah dicetak, menjadi tahu. Sementara untuk ampas tahu, tidak dibuang karena bisa digunakan untuk pakan ternak.
Sementara itu, Kabid UKM Dinas Koperasi, Kabupaten Probolinggo, Anang Budiarto berkata, saat ini dari ratusan unit usaha kecil, terbagi lagi dalam 10 sektor usaha. Yakni, sektor pertambangan, kerajinan, keramba ikan, pedagang sembako, hasil peternakan, serta pedagang makanan dan minuman.
Akan tetapi, kendala yang dihadapi dan sering menjadi penghambat dari stabilisasi pengelolaan beberapa sektor usaha tersebut, adalah kurangnya permodalan, serta akses pengembangan dan pemasaran dari peroduksi yang dihasilkan.
Maklum saja, sejak ia merintis usaha tahu, belum ada bantuan yang bisa dinikmati. "Yang ada hanya janji-janji belaka," kata Hasan, ia tidak terlalu berharap banyak dari pemerintah.
Toh, dari hasil usaha tahunya, kini dalam sehari omset yang didapat bisa mencapai Rp 400 ribu. Jika dikalikan selama sebulan, bisa mencapai sekitar Rp 12 juta, sudah ia kantongi di tangan. Hasil yang dirasakan, kini dua anaknya bergelar sarjana. Satu lagi masih kuliah jurusan perawat pada salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya
Ia bercerita, per hari ia bisa memproduksi tahu sekitar 800 potong, untuk 50 kilogam kedelai. Satu potongnya, ia jual seharga Rp 400. Bahan baku kedelai ia beli seharga Rp 7.100 per kilogram, sejak diturunkannya harga BBM sebanyak tiga kali. Jika harga pada saat BBM naik, harga kedelai per kilo bisa mencapai Rp 7.800.
Namun, penurunan harga BBM dan kedelai tadi, tidak menjamin bahwa omset usaha tahu bisa alami kenaikan, yang terjadi justru malah penurunan. Ini disebabkan, daya beli masyarakat yang menurun sejak harga bawang dan padi, mengalami penurunan harga akibat krisis global.
Akibatnya, jumah produksi tahu mengalami penurunan setengahnya. Dulu, ia bisa menghasilkan tahu per hari sebanyak 2.000 potong. Kini, hanya 800 potong saja. Itu yang dilakukan karena tidak mau mengambil resiko. "Biar sedikit yang penting laku," kata Hasan
Ia menceritakan, secara rinci tahapan proses produksi tahu, berawal dari kedelai yang dicuci dengan air bersih. Lalu direndam dalam air besar selama 3 jam. Setelah direndam dicuci kembali sekitar setengah jam. Setelah dicuci bersih, kedelai dibagi-bagi diletakkan dalam bleg atau tempat yang terbuat dari bambu atau plastik.
Selanjutnya, kedelai digiling sampai halus dan butir kedelai mengalir dengan sendirinya ke dalam tong penampung. Selesai digiling, langsung direbus selama 15-20 menit, mempergunakan wajar dengan ukuran yang besar-besar. Sebaiknya jarak waktu antara selesai digiling dan dimasak, tidak lebih dari 5-10 menit, supaya kualitas tahu menjadi baik. Selesai dimasak bubur kedelai diangkat dari wajan ke bak atau tong untuk disaring.
Agar bubur dapat disaring sekuat-kuatnya, diletakkan sebuah papan kayu pada kain itu, lalu ada satu orang naik di atasnya, dan menggoyang-goyang. Supaya terperas semua air yang masih ada pada bubur kedelai. Limbah dari penyaringan berupa ampas tahu. Kalau perlu ampas tahu diperas lagi dengan menyiram air panas, sampai tidak mengandung sari lagi.
Kemudian, air sampingan yang tertampung dalam tong warna kuning atau putih, merupakan bahan yang akan menjadi tahu. Air saringan dicampur dengan batu tahu, untuk menggumpalkan. Gumpalan atau jonjot putih yang mulai mengendap itulah, yang nanti sesudah dicetak, menjadi tahu. Sementara untuk ampas tahu, tidak dibuang karena bisa digunakan untuk pakan ternak.
Sementara itu, Kabid UKM Dinas Koperasi, Kabupaten Probolinggo, Anang Budiarto berkata, saat ini dari ratusan unit usaha kecil, terbagi lagi dalam 10 sektor usaha. Yakni, sektor pertambangan, kerajinan, keramba ikan, pedagang sembako, hasil peternakan, serta pedagang makanan dan minuman.
Akan tetapi, kendala yang dihadapi dan sering menjadi penghambat dari stabilisasi pengelolaan beberapa sektor usaha tersebut, adalah kurangnya permodalan, serta akses pengembangan dan pemasaran dari peroduksi yang dihasilkan.
Mengintip Pabrik Rokok Rumahan
Di tengah dominasi pasar atas rokok-rokok bermerek dari pabrik rokok besar, ternyata produk rokok rumahan masih bisa bertahan. Lihat saja rokok ” Anugrah Ilahi”rokok lintingan asli Probolinggo yang tidak kehilangan penggemar yang membuat pabriknya terus mengebul.
Pabrik Rokok rumahan yang dikelola Abdul Halil, merupakan satu dari sekian banyak produsen rokok pabrikan rumah tangga yang ada di Paiton Probolinggo
"Saya memulai usaha ini sejak tahun 1971," ujar pemilik “Anugrah Ilahi “Abdul Halil di pabriknya, Desa Sidodadi Kecamatan Paiton
Jawa Timur
Lokasi pabrik terletak di Desa Sidodadi, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Sekilas, lokasi pabrik tidak seperti layaknya pabrik-pabrik rokok yang menggunakan teknologi mesin-mesin canggih.
Mesin yang dimiliki sederhana karena jenis produksi PR “Anugrah Ilahi” ini termasuk dalam kategori Sigaret Kretek Tangan (SKT). Jadi seluruhnya diproduksi dengan tangan, mulai dari pelintingan hingga pengepakan.
Luas pabriknya pun masing-masing tidak lebih dari 60 meter persegi, memiliki dua ruangan produksi Abdul Halil mengatakan, rokok diproduksi sebanyak 75 bal per bulan. Satu bal kira-kira berisi 200 bungkus rokok. Jadi total produksinyasekitar 10.000 ribu bungkus per bulannya.
"Jumlah pegawai pabrik ada 50 orang. Mereka kerja secara bergantian," ujar Abdul halil Jadwal produksi pelintingan hingga pengepakan hanya dilakukan selama 10 hari dalam 1 bulan. Sisanya untuk pra produksi dan proses distribusi.
"Setiap 10 bungkus kami dapat Rp 500. Rata-rata satu hari kami
dapat Rp 10 ribu," ujar salah seorang pegawai pabrik.
Harga jual dua merek tersebut sebesar Rp 1.750 per bungkus, sudah termasuk cukai rokok. Menurut Abdul Halil, harga jual di tingkat distributor atau di pasar sekitar Rp 2 ribuan per bungkusnya. Jadi omzet sebulannya kira-kira Rp 26,25 juta.
"Keuntungan (laba) tidak begitu besar ya. Kira-kira Rp 100 ribu per hari.
Paling tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ujar Hallil
Meski untung tidak seberapa, rupanya industri rumah tangga ini masih bisa bertahan ditengah kondisi ekonomi seperti sekarang ini. "Alhamdulillah, sejauh ini kami masih bisa produksi," ujar Halil.Dengan volume produksi yang tidak begitu besar, namun dua merek ala Abdul halil ini bisa diekspor ke kota lain.
"Distribusi merek kami terutama di Situbondo dan Lumajang,"
Di sisi lain, keberadaan Pabrik Roko juga memberikan pemberdayaan ekonomi pada masyarakat sekitarnya. Sebab selain memiliki pabrik, Halil juga memiliki lahan perkebunan tembakaunya sendiri.
"Total luas lahan perkebunan tembakau untuk produksi kami sekitar 30 hektar. Dari jumlah tersebut, hanya 3 hektar yang milik saya sendiri, sisanya disewa," papar Halil
Masyarakat sekitar pun menilai keberadaan pabrik rokok adalah
suatu bentuk mutualisme ekonomi, terutama dalam memberi mata pencaharian alternatif.
Mayoritas mata pencaharian penduduk sekitar pabrik adalah di sektor pertanian dan perkebunan. Nah, hampir semua pekerja proses pelintingan hingga pengepakan di pabrik pak Halil adalah ibu-ibu rumah tangga.
"Dengan adanya pabrik ini, waktu luang kami bisa dimanfaatkan untuk mendapat pemasukan tambahan," ujar salah seorang pegawai pabrik.
Secara pribadi, Halil adalah seorang pengusaha yang patut dicontoh. Ia sama sekali tidak tergoda menggunakan pita cukai palsu.
Pabrik Rokok rumahan yang dikelola Abdul Halil, merupakan satu dari sekian banyak produsen rokok pabrikan rumah tangga yang ada di Paiton Probolinggo
"Saya memulai usaha ini sejak tahun 1971," ujar pemilik “Anugrah Ilahi “Abdul Halil di pabriknya, Desa Sidodadi Kecamatan Paiton
Jawa Timur
Lokasi pabrik terletak di Desa Sidodadi, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Sekilas, lokasi pabrik tidak seperti layaknya pabrik-pabrik rokok yang menggunakan teknologi mesin-mesin canggih.
Mesin yang dimiliki sederhana karena jenis produksi PR “Anugrah Ilahi” ini termasuk dalam kategori Sigaret Kretek Tangan (SKT). Jadi seluruhnya diproduksi dengan tangan, mulai dari pelintingan hingga pengepakan.
Luas pabriknya pun masing-masing tidak lebih dari 60 meter persegi, memiliki dua ruangan produksi Abdul Halil mengatakan, rokok diproduksi sebanyak 75 bal per bulan. Satu bal kira-kira berisi 200 bungkus rokok. Jadi total produksinyasekitar 10.000 ribu bungkus per bulannya.
"Jumlah pegawai pabrik ada 50 orang. Mereka kerja secara bergantian," ujar Abdul halil Jadwal produksi pelintingan hingga pengepakan hanya dilakukan selama 10 hari dalam 1 bulan. Sisanya untuk pra produksi dan proses distribusi.
"Setiap 10 bungkus kami dapat Rp 500. Rata-rata satu hari kami
dapat Rp 10 ribu," ujar salah seorang pegawai pabrik.
Harga jual dua merek tersebut sebesar Rp 1.750 per bungkus, sudah termasuk cukai rokok. Menurut Abdul Halil, harga jual di tingkat distributor atau di pasar sekitar Rp 2 ribuan per bungkusnya. Jadi omzet sebulannya kira-kira Rp 26,25 juta.
"Keuntungan (laba) tidak begitu besar ya. Kira-kira Rp 100 ribu per hari.
Paling tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ujar Hallil
Meski untung tidak seberapa, rupanya industri rumah tangga ini masih bisa bertahan ditengah kondisi ekonomi seperti sekarang ini. "Alhamdulillah, sejauh ini kami masih bisa produksi," ujar Halil.Dengan volume produksi yang tidak begitu besar, namun dua merek ala Abdul halil ini bisa diekspor ke kota lain.
"Distribusi merek kami terutama di Situbondo dan Lumajang,"
Di sisi lain, keberadaan Pabrik Roko juga memberikan pemberdayaan ekonomi pada masyarakat sekitarnya. Sebab selain memiliki pabrik, Halil juga memiliki lahan perkebunan tembakaunya sendiri.
"Total luas lahan perkebunan tembakau untuk produksi kami sekitar 30 hektar. Dari jumlah tersebut, hanya 3 hektar yang milik saya sendiri, sisanya disewa," papar Halil
Masyarakat sekitar pun menilai keberadaan pabrik rokok adalah
suatu bentuk mutualisme ekonomi, terutama dalam memberi mata pencaharian alternatif.
Mayoritas mata pencaharian penduduk sekitar pabrik adalah di sektor pertanian dan perkebunan. Nah, hampir semua pekerja proses pelintingan hingga pengepakan di pabrik pak Halil adalah ibu-ibu rumah tangga.
"Dengan adanya pabrik ini, waktu luang kami bisa dimanfaatkan untuk mendapat pemasukan tambahan," ujar salah seorang pegawai pabrik.
Secara pribadi, Halil adalah seorang pengusaha yang patut dicontoh. Ia sama sekali tidak tergoda menggunakan pita cukai palsu.
Manisnya Beternak Lebah Madu

Semanis produk yang dihasilkannya, usaha beternak lebah madu juga menjanjikan nilai ekonomi tinggi bagi peternaknya. Penuturan pengusaha ternak lebah, Djanto Pria 54 tahun asal Lumbang Probolinggo , sekali panen madu selama enam bulan musim produktif sebanyak 30-40 kg. Sementara jika kotak susun satu, madu yang dihasilkan hanya 10-15 kg. Jika memiliki 100 kotak super, berarti dalam satu musim produktif dia mampu menghasilkan 3 sampai 4 ton madu.
Harga madu bervariasi tergantung jenisnya. Di Probolinggo sendiri jenis yang banyak dibiakkan adalah Apis cerana dan Apis mellifera. Dengan harga pasaran madu asli per botol ukuran 900 ml Rp 50.000-Rp80.000, bisa dihitung berapa pendapatan. Belum lagi jika dicampur royal jelly dan pollenyang berkhasiat untuk obat, harganya bisa naik hingga dua kali lipat.
Investasi yang diperlukan untuk memulai bisnis yang satu ini juga bisa dimulai dari skala kecil. Masih menurut Djanto, satu kotak lebah madu yang berisi empat sisir (sarang) berharga Rp400.000. Satu kotak berisi satu ratu lebah dan 10.000 lebah pekerja. Dan akan masuk kategori produktif jika bersusun minimal dua kotak
Awalnya Djanto tidak tertarik dengan bisnis du ini, jika dilihat dari prospek kedepan saya lebih baik menekuni

bidang pertanian seperti tanam kapuk, padi dan beternak sapi, akan tetapi lambat laun usaha madunya banyak diminati, bahkan sampai ke Jakarta, tidak heran bila Djanto akhirnya mengandalkan madu sebagai penopang kehidupannya.
Ada beberapa jenis madu yang diramu Djanto ayah satu putra ini, seperti madu royal jelley, Honey Camp dan beefolent (tepung madu) dari berbagai jenis madu ada jenis madu yang paling diminati konsumennnya yaitu jenis ”randu” yang berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh, dan nafsu makan.
Dari bernisnis madu ini Djanto mampu menyekolahkan putranya hingga menjadi dokter muda.
Bagi Djanto ia mempunyai prinsip bekerja untuk berkarya artinya dalam menciptakan pekerjaan ia mampu berkarya sehingga dapat mengangkat para pekerja disekitar lingkungannya.
Harga madu bervariasi tergantung jenisnya. Di Probolinggo sendiri jenis yang banyak dibiakkan adalah Apis cerana dan Apis mellifera. Dengan harga pasaran madu asli per botol ukuran 900 ml Rp 50.000-Rp80.000, bisa dihitung berapa pendapatan. Belum lagi jika dicampur royal jelly dan pollenyang berkhasiat untuk obat, harganya bisa naik hingga dua kali lipat.
Investasi yang diperlukan untuk memulai bisnis yang satu ini juga bisa dimulai dari skala kecil. Masih menurut Djanto, satu kotak lebah madu yang berisi empat sisir (sarang) berharga Rp400.000. Satu kotak berisi satu ratu lebah dan 10.000 lebah pekerja. Dan akan masuk kategori produktif jika bersusun minimal dua kotak
Awalnya Djanto tidak tertarik dengan bisnis du ini, jika dilihat dari prospek kedepan saya lebih baik menekuni
bidang pertanian seperti tanam kapuk, padi dan beternak sapi, akan tetapi lambat laun usaha madunya banyak diminati, bahkan sampai ke Jakarta, tidak heran bila Djanto akhirnya mengandalkan madu sebagai penopang kehidupannya.
Ada beberapa jenis madu yang diramu Djanto ayah satu putra ini, seperti madu royal jelley, Honey Camp dan beefolent (tepung madu) dari berbagai jenis madu ada jenis madu yang paling diminati konsumennnya yaitu jenis ”randu” yang berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh, dan nafsu makan.
Dari bernisnis madu ini Djanto mampu menyekolahkan putranya hingga menjadi dokter muda.
Bagi Djanto ia mempunyai prinsip bekerja untuk berkarya artinya dalam menciptakan pekerjaan ia mampu berkarya sehingga dapat mengangkat para pekerja disekitar lingkungannya.
Kripik Jagung
made in sumber asih
Jagung merupakan makanan khas Probolinggo, khususnya dari Kecanatan Sumberasih. Jadi, pernyataan tidak pas bila Ke Probolinggo jika tidak mencicipi nasi jagung atau buah jagung bakar maupun jagung rebus.
Jagung muda yang rasanya manis dan mudah dikunyah menjadi tanaman pokok banyak petani di Kabupaten Probolinggo. Namun, akhir-akhir ini, harga Jagung berfluktuasi cukup tajam. Terkadang sangat mahal, tetapi tidak jarang harganya anjlok ke titik terendah, hanya Rp 2.000 per kilogram. Sedangkan jika lagi mahal bisa mencapai Rp 7.000 per kilogram.
Keadaan ini sangat memprihatinkan petani jagung yang jumlahnya mencapai ribuan orang. Apalagi jagung kini banyak ditanam di wilayah lain dan hasilnya juga cukup baik
Berawal dari kekhawatiran tersebut, Bambang Sumantri pria berusia 58 tahun ini, mencoba mengembangkan keripik jagung serta mengembangkan pula budidaya tanaman jagung
Sebelum merintis keripik jagung, Bambang sejak tahun 1994 sudah mengembangkan kripik ini Namun, pembuatan biasanya hanya menjelang Lebaran ketika banyak pesanan dari keluarga untuk oleh-oleh kerabat yang mudik Lebaran.
Oleh karenanya, ia berusaha mencoba meningkatkan inovasinya dan mulai melirik membuat samiler jagung dan petulo jagung. Hal dikembangkan sejak tahun 2005
Selain bisa mendongkrak harga jagung, keripik jagung juga menjadi alternatif untuk memasarkan produk lain seperti buah mangga . Sebab, daya tahan keripik ini bisa mencapai satu tahun. Sementara buah lain paling lama satu minggu.
Produksi keripik jagung dari Muneng ini bisa mencapai 20-23 kg/hari. Kalau dilihat hasilnya mungkin bisa dibilang sedikit. Namun, untuk membuat satu kilogram keripik sebenarnya berasal dari 10 kg jagung
Caranya pengolahannya, jagung dikupas dibuang kulit dan batangnya. Setiap 10 kg jagung segar akan menjadi 6 kg jagung.
Jagung yang hendak dijadikan keripik merupakan produksi para petani sekitar yang tergabung dalam kelompok tani yang kini jumlahnya mencapai 19 kelompok. Setelah matang, keripik jagung tersebut dikemas dengan kemasan yang cukup baik dan dijual di pasaran, tidak hanya di Probolinggo tetapi juga hampir ke seluruh kota di Jawa Timur
Untuk pemasaran di wilayah Probolinggo, setiap bulannya mencapai 8.000 pak atau 80 kg. Keripik yang dijual baru dengan ukuran berat 100 gram dengan harga antara Rp 10.000 - Rp 10.500 per kg atau bisa mencapai lebih Rp 100.000 per pak.Dengan adanya usaha keripik jagung, petani jagung menjadi lebih bersemangat karena ternyata hasilnya memang lebih menguntungkan dibanding hanya menjual jagung .
Hanya saja, mereka masih belum berproduksi lebih banyak karena kapasitas mesin terpasang sangat terbatas. Namun, bambang mereka berharap tahun-tahun mendatang bisa mendapatkan mesin baru lagi untuk pengembangan usaha.
Jagung muda yang rasanya manis dan mudah dikunyah menjadi tanaman pokok banyak petani di Kabupaten Probolinggo. Namun, akhir-akhir ini, harga Jagung berfluktuasi cukup tajam. Terkadang sangat mahal, tetapi tidak jarang harganya anjlok ke titik terendah, hanya Rp 2.000 per kilogram. Sedangkan jika lagi mahal bisa mencapai Rp 7.000 per kilogram.
Keadaan ini sangat memprihatinkan petani jagung yang jumlahnya mencapai ribuan orang. Apalagi jagung kini banyak ditanam di wilayah lain dan hasilnya juga cukup baik
Berawal dari kekhawatiran tersebut, Bambang Sumantri pria berusia 58 tahun ini, mencoba mengembangkan keripik jagung serta mengembangkan pula budidaya tanaman jagung
Sebelum merintis keripik jagung, Bambang sejak tahun 1994 sudah mengembangkan kripik ini Namun, pembuatan biasanya hanya menjelang Lebaran ketika banyak pesanan dari keluarga untuk oleh-oleh kerabat yang mudik Lebaran.
Oleh karenanya, ia berusaha mencoba meningkatkan inovasinya dan mulai melirik membuat samiler jagung dan petulo jagung. Hal dikembangkan sejak tahun 2005
Selain bisa mendongkrak harga jagung, keripik jagung juga menjadi alternatif untuk memasarkan produk lain seperti buah mangga . Sebab, daya tahan keripik ini bisa mencapai satu tahun. Sementara buah lain paling lama satu minggu.
Produksi keripik jagung dari Muneng ini bisa mencapai 20-23 kg/hari. Kalau dilihat hasilnya mungkin bisa dibilang sedikit. Namun, untuk membuat satu kilogram keripik sebenarnya berasal dari 10 kg jagung
Caranya pengolahannya, jagung dikupas dibuang kulit dan batangnya. Setiap 10 kg jagung segar akan menjadi 6 kg jagung.
Jagung yang hendak dijadikan keripik merupakan produksi para petani sekitar yang tergabung dalam kelompok tani yang kini jumlahnya mencapai 19 kelompok. Setelah matang, keripik jagung tersebut dikemas dengan kemasan yang cukup baik dan dijual di pasaran, tidak hanya di Probolinggo tetapi juga hampir ke seluruh kota di Jawa Timur
Untuk pemasaran di wilayah Probolinggo, setiap bulannya mencapai 8.000 pak atau 80 kg. Keripik yang dijual baru dengan ukuran berat 100 gram dengan harga antara Rp 10.000 - Rp 10.500 per kg atau bisa mencapai lebih Rp 100.000 per pak.Dengan adanya usaha keripik jagung, petani jagung menjadi lebih bersemangat karena ternyata hasilnya memang lebih menguntungkan dibanding hanya menjual jagung .
Hanya saja, mereka masih belum berproduksi lebih banyak karena kapasitas mesin terpasang sangat terbatas. Namun, bambang mereka berharap tahun-tahun mendatang bisa mendapatkan mesin baru lagi untuk pengembangan usaha.
Mengenalkan produk lewat dunia maya

Candra Irawan – merintis bisnis sudah lebih dari enam tahun. Dari kegiatan positifnya itu, dia memang belum mendapatkan penghasilan yang siginifikan. Namun hal itu tidak membuatnya putus asa atau tak berpengharapan. Pasalnya, ya itu tadi, berbisnis mebel butuh kerja keras dan ketekunan. Candra Irawan yakin jika proses itu telah dilalui, maka penghasilan (baik dalam bentuk rupiah maupun dolar) akan mengalir dengan sendirinya
Dalam proses menunggu, Candra Irawan juga tak henti-henti belajar seperti membaca buku, tentang strategi marketing, dan bertanya kepada siapa pun yang peduli dengan mebel ini.

Tapidalam soal membikin disegin, Candra Irawan sudah sangat menguasai. Pengetahuan yang sekarang sedang ditingkatkan adalah bagaimana membuta design yang mengikuti selera pasar.
“Sebab, sepandai-pandainya kita merancang mebel , kalau tidak pernah di-update, jangan berharap mebel kita bisa laku dipasar, saat ini para konsumen mencari jenis mebel punya seni khas sendiri” kata Candra
Saat ini, Candra Irawan memiliki sejumlah koleksi mebel dan untuk memasarkan dia mencoba memasarkan melalui internet . Lewat internet ini, Candra Irawan menawarkan produk mebelnya yang mampu mengikuti selera pasar ,Anda berminat? Silakan masuk ke webnya. Lewat dunia maya ini lambat llaun usahanya dikenal di berbagai dunia, selain menjual secara partai di pasar lokal, melalui internet ini Candra mendapat banyak pesanan, terutama dari negeri paman sam Amerika serikat, produk mebelnya banyak diekspor keluar negeri.
Tidak cuma itu, Candra Irawan menjalin kemitraan dengan produsen mebel di berbagai penjuru tanah airdan manca negara saat ini penghasilannya sekitar Rp. 150 – 200 juta sebulan. Candra Irawan yang kini berusia 50 tahun mempunyai dua orang anak yang semuanya telah dewasa. Dalam usianya yang telah 50 tahun, Candra Irawan tetap berusaha kreatif, mencoba sesuatu yang baru dan membangun relasi dengan banyak orang
Dalam proses menunggu, Candra Irawan juga tak henti-henti belajar seperti membaca buku, tentang strategi marketing, dan bertanya kepada siapa pun yang peduli dengan mebel ini.
Tapidalam soal membikin disegin, Candra Irawan sudah sangat menguasai. Pengetahuan yang sekarang sedang ditingkatkan adalah bagaimana membuta design yang mengikuti selera pasar.
“Sebab, sepandai-pandainya kita merancang mebel , kalau tidak pernah di-update, jangan berharap mebel kita bisa laku dipasar, saat ini para konsumen mencari jenis mebel punya seni khas sendiri” kata Candra
Saat ini, Candra Irawan memiliki sejumlah koleksi mebel dan untuk memasarkan dia mencoba memasarkan melalui internet . Lewat internet ini, Candra Irawan menawarkan produk mebelnya yang mampu mengikuti selera pasar ,Anda berminat? Silakan masuk ke webnya. Lewat dunia maya ini lambat llaun usahanya dikenal di berbagai dunia, selain menjual secara partai di pasar lokal, melalui internet ini Candra mendapat banyak pesanan, terutama dari negeri paman sam Amerika serikat, produk mebelnya banyak diekspor keluar negeri.
Tidak cuma itu, Candra Irawan menjalin kemitraan dengan produsen mebel di berbagai penjuru tanah airdan manca negara saat ini penghasilannya sekitar Rp. 150 – 200 juta sebulan. Candra Irawan yang kini berusia 50 tahun mempunyai dua orang anak yang semuanya telah dewasa. Dalam usianya yang telah 50 tahun, Candra Irawan tetap berusaha kreatif, mencoba sesuatu yang baru dan membangun relasi dengan banyak orang
Ikon Generasi Baru
Mebel Antik Probolinggo
PROBOLINGGO - Darus, bernama lengkap Darusman lahir di Probolinggo 36 tahun silam. Dia dapat disebut sebagai ikon generasi baru disainer meubel di kabupaten Probolinggo. Memulai karier sebagai tukang ukir diberbagai perusahaan meubel mulai dari malang hingga jawa barat ia jalani. Dia membuat ukiran meubel dalam gaya yang lebih modern, terutama mengambil bentuk abstrak dan benda-benda alam.
Ayah tiga orang putra ini memulai karier sejak tahun 1987, setelah berhenti disalah satu perusahaan meubel, lalu mendirikan sendiri usahanya, awalnya saya mengerjakan sendiri mulai dari cari bahan sampai mengukir hinggga memasarkan “ ungkap Darusman di Galerinya

Dia menggumuli usaha meubel ukir mulai dari hobby hingga ke Profesi Pengusaha. Bermula dari hobby mendesain ukiran kayu sendiri dan membuat perhiasan dari kayu, serta sering mengikuti ajang pameran kerajinan, pada tahun 1987, darusman mendirikan Perusahaan Duplicat Antique. berdedikasi tinggi dan kerja keras menghasilkan sentuhan kreasi seni, mebel Darusman banyak digemari tidak hanya di Kabupaten tetapi juga di luar kota. Dalam mengembangankan usaha dia berkerja sama dengan Dinas Koperasi Kabupaten Probolinggo terutama dalam hal pemasaran, ajang pameran merupakan tempat yang tepat untuk memasarkan hasil meubelnya, bahkan ia memulai mendesain ukiran mebelnya dengan sentuhan motif Asmat, kala itu peminatnya besar, bahkan ia bisa mencapai keuntungan 50 juta perbulan“ pada tahun 2005 – 2006 saya kebanjiran order hingga Jakarta, saat itu benar-benar kewalahan menerima order
terutama ukiran yang bermotif asmat . Produksi Meubel dilaksanakan di tempat tinggalnya tepatnya di Jalan Banjarsari km 90 Sumberasih – Probolinggo,
Teknik produksinya dikerjakan di bengkel sendiri maupun secara kooperatif dengan pekerjanya bagian tukang ukir dan mebel , sampai finishing dan quality control sentuhan terakhirnya.
Produk Darusman ini dijual/dipasarkan secara retail, maupun melalui ajang-ajang pameran yang diikutinya, ia berharap pemerintah daerah sering-sering melaksanakan ajang pameran terutama di Jakarta dan kota-kota besar, karena dari ajang itu ia dapat meraih keuntungan yang besar.
Sebagai generasi muda Darusman memang mempunyai cirri khas tersendiri dalam hal ukir mengukir, apalagi sentuhan darah seni membuat koleksitas ukirnya diakui oleh pasar, saat ini ia ingin membuat ukiran khas probolinggo, yang nantinya dipromosikan keluar daerah, ia masih meramu konsep khas ukiran probolinggo, sebab saat ini ukiran khas masih didominasi oleh ukiran jepara madura dan Bali.
Darusman adalah sosok generasi yang patut dicontoh oleh generasi muda lainnya, dengan usia relatif muda dia sudah menciptakan berbagai karya ukir dengan sentuhan nilai tinggi (
Ayah tiga orang putra ini memulai karier sejak tahun 1987, setelah berhenti disalah satu perusahaan meubel, lalu mendirikan sendiri usahanya, awalnya saya mengerjakan sendiri mulai dari cari bahan sampai mengukir hinggga memasarkan “ ungkap Darusman di Galerinya
Dia menggumuli usaha meubel ukir mulai dari hobby hingga ke Profesi Pengusaha. Bermula dari hobby mendesain ukiran kayu sendiri dan membuat perhiasan dari kayu, serta sering mengikuti ajang pameran kerajinan, pada tahun 1987, darusman mendirikan Perusahaan Duplicat Antique. berdedikasi tinggi dan kerja keras menghasilkan sentuhan kreasi seni, mebel Darusman banyak digemari tidak hanya di Kabupaten tetapi juga di luar kota. Dalam mengembangankan usaha dia berkerja sama dengan Dinas Koperasi Kabupaten Probolinggo terutama dalam hal pemasaran, ajang pameran merupakan tempat yang tepat untuk memasarkan hasil meubelnya, bahkan ia memulai mendesain ukiran mebelnya dengan sentuhan motif Asmat, kala itu peminatnya besar, bahkan ia bisa mencapai keuntungan 50 juta perbulan“ pada tahun 2005 – 2006 saya kebanjiran order hingga Jakarta, saat itu benar-benar kewalahan menerima order
terutama ukiran yang bermotif asmat . Produksi Meubel dilaksanakan di tempat tinggalnya tepatnya di Jalan Banjarsari km 90 Sumberasih – Probolinggo,
Teknik produksinya dikerjakan di bengkel sendiri maupun secara kooperatif dengan pekerjanya bagian tukang ukir dan mebel , sampai finishing dan quality control sentuhan terakhirnya.
Produk Darusman ini dijual/dipasarkan secara retail, maupun melalui ajang-ajang pameran yang diikutinya, ia berharap pemerintah daerah sering-sering melaksanakan ajang pameran terutama di Jakarta dan kota-kota besar, karena dari ajang itu ia dapat meraih keuntungan yang besar.
Sebagai generasi muda Darusman memang mempunyai cirri khas tersendiri dalam hal ukir mengukir, apalagi sentuhan darah seni membuat koleksitas ukirnya diakui oleh pasar, saat ini ia ingin membuat ukiran khas probolinggo, yang nantinya dipromosikan keluar daerah, ia masih meramu konsep khas ukiran probolinggo, sebab saat ini ukiran khas masih didominasi oleh ukiran jepara madura dan Bali.
Darusman adalah sosok generasi yang patut dicontoh oleh generasi muda lainnya, dengan usia relatif muda dia sudah menciptakan berbagai karya ukir dengan sentuhan nilai tinggi (
Usaha ternak sapi perah milik Ir. Suroso selalu diminati konsumen. Kuncinya, Sapi harus berpenampilan sehat dan bersih agar bisa memproduksi susu yang baik
Desa Bermi, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, kini tidak saja dikenal sebagai tempat istirahat dan produk sayur mayur, tapi juga sentra peternakan sapi perah. Predikat sebagai daerah peternakan sapi perah itu muncul setelah adanya KUD Argopuro yang menjadi distributor susu perah
Begitu memasuki mulut desa Bermi, setiap pengunjung atau tamu dengan mudah melihat para peternak terutama ternak milik Suroso, karena nama Ir. Suroso sudah begitu dikenal oleh tukang ojek yang mangkal di sana. Peternakan yang dirintis oleh Ir.Suroso mulai dari usaha kecil-kecilan itu, kini telah berkembang cukup pesat. Di sana sekarang terdapat rarusan ekor sapi perah, tak terkecuali milik Ir. Suroso yang mempunyai 37 ekor sapi,sapi-sapi ini ditempatkan dalam kandang kayu. Semua kandang terawat bersih, bahkan tidak tercium bau sapi.
Suroso (47) biasa menerima para tamu di sebuah kamar sekaligus tempatnya bekerja, yang berada persis di depan kandang sapi. Para tamu yang berkunjung ke sana datang dari berbagai kalangan. Mahasiswa jurusan peternakan dari berbagai universitas misalnya, sering kali menjadikan peternakan Suroso ini sebagai tempat magang.
“Tapi saya sendiri tidak punya ilmunya. Saya hanya tukang angon,“ kata Suroso merendah. Sapi-sapi hasil binaan Ir. Suroso memang sudah dikenal, bukan saja di Krucil tapi hingga ke wilayah Surabaya dan Jawa Timur.
Meski sudah 14 tahun menggeluti usaha sapi perah, Suroso merasa masih belum pantas disebut sebagai peternak yang sukses. Baginya, peternak yang sukses salah satu persayaratannya harus sudah punya lahan sendiri,sapi ratusan ekor dan tempat menanam rumput sebagai makanan utama sapi.
Untuk saat ini guna memenuhi kebutuhan pakan sapinya, Suloso masih harus mencari rumput ke kawasan lain di sekitar Bermi. Tapi, saat musim kemarau lokasi tempat pengambilan rumput semakin jauh, sehingga harus menambah beban transportasi. Setidaknya, dalam sehari, 20 karung rumput harus disediakan untuk semua sapinya, yang diberi makan sebanyak dua kali, pagi dan sore.
Tidak heran bila sapi-sapi milik Suroso tampak sehat. Bulu-bulu sapinya tidak dibiarkan tumbuh tak terawat. Ketika sapi dari warga yang dibelinya masuk ke peternakan, harus dicukur biar bersih. Kukunya dipotong secara berkala. Obat cacing juga rutin diberikan untuk membersihkan isi perutnya. Sebab, menurut Bapak dua putra ini, hampir semua sapi yang dipelihara warga pasti terkena penyakit
Sapi yang sehat dan terawat akan menghasil produk susu yang baik . “Mereka akan merasa puas dengan produk susu sapi seperti ini, “ kata lelaki kelahiran Lumajang 47 tahun lalu.
Keberhasilan Suroso menggeluti usaha sapi perah, bermula dari hobi memelihara sapi. Ketika itu pada 1995, Suroso memelihara empat ekor di belakang rumahnya selama sepuluh tahun suroso sudah bisa mengembangkan sapi perah menjadi 30 ekor.
Namun di tengah keberhasilan itu, Suroso sebenarnya memiliki trauma dalam usaha peternakan. Kisahnya terjadi ktika harga susu mulai guncang akibat impor susu dari pemerintah tidak diproteksi, yang mengakibatkan harga susu anjlok, dan ini merugikan para peternak sapi pada umumnya.
Tapi, saat ini pemerintah mulai merespon harga susu, proteksi dibatasi sehingga harga susu kembali stabil,
Masih beruntung saat itu Suroso tidak punya tanggungan. Sementara ada kawan-kawannya sesama peternak sapi lebih tragis lagi. Menurut cerita suroso, ada peternak yang mempunyai lebih dari 100 ekor sapi tapi produk susunya sedikit , dengan harga turun jelas peternak itu rugi besar karena biaya operasional sapi lebih tinggi dari harga susu yang dijual.
Berkat usahanya ini di tahun 2007 Dinas Peternakan Jawa Timur telah memberi penghargaan sebagai peternak berprestasi tingkat jawa timur
Desa Bermi, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, kini tidak saja dikenal sebagai tempat istirahat dan produk sayur mayur, tapi juga sentra peternakan sapi perah. Predikat sebagai daerah peternakan sapi perah itu muncul setelah adanya KUD Argopuro yang menjadi distributor susu perah
Begitu memasuki mulut desa Bermi, setiap pengunjung atau tamu dengan mudah melihat para peternak terutama ternak milik Suroso, karena nama Ir. Suroso sudah begitu dikenal oleh tukang ojek yang mangkal di sana. Peternakan yang dirintis oleh Ir.Suroso mulai dari usaha kecil-kecilan itu, kini telah berkembang cukup pesat. Di sana sekarang terdapat rarusan ekor sapi perah, tak terkecuali milik Ir. Suroso yang mempunyai 37 ekor sapi,sapi-sapi ini ditempatkan dalam kandang kayu. Semua kandang terawat bersih, bahkan tidak tercium bau sapi.
Suroso (47) biasa menerima para tamu di sebuah kamar sekaligus tempatnya bekerja, yang berada persis di depan kandang sapi. Para tamu yang berkunjung ke sana datang dari berbagai kalangan. Mahasiswa jurusan peternakan dari berbagai universitas misalnya, sering kali menjadikan peternakan Suroso ini sebagai tempat magang.
“Tapi saya sendiri tidak punya ilmunya. Saya hanya tukang angon,“ kata Suroso merendah. Sapi-sapi hasil binaan Ir. Suroso memang sudah dikenal, bukan saja di Krucil tapi hingga ke wilayah Surabaya dan Jawa Timur.
Meski sudah 14 tahun menggeluti usaha sapi perah, Suroso merasa masih belum pantas disebut sebagai peternak yang sukses. Baginya, peternak yang sukses salah satu persayaratannya harus sudah punya lahan sendiri,sapi ratusan ekor dan tempat menanam rumput sebagai makanan utama sapi.
Untuk saat ini guna memenuhi kebutuhan pakan sapinya, Suloso masih harus mencari rumput ke kawasan lain di sekitar Bermi. Tapi, saat musim kemarau lokasi tempat pengambilan rumput semakin jauh, sehingga harus menambah beban transportasi. Setidaknya, dalam sehari, 20 karung rumput harus disediakan untuk semua sapinya, yang diberi makan sebanyak dua kali, pagi dan sore.
Tidak heran bila sapi-sapi milik Suroso tampak sehat. Bulu-bulu sapinya tidak dibiarkan tumbuh tak terawat. Ketika sapi dari warga yang dibelinya masuk ke peternakan, harus dicukur biar bersih. Kukunya dipotong secara berkala. Obat cacing juga rutin diberikan untuk membersihkan isi perutnya. Sebab, menurut Bapak dua putra ini, hampir semua sapi yang dipelihara warga pasti terkena penyakit
Sapi yang sehat dan terawat akan menghasil produk susu yang baik . “Mereka akan merasa puas dengan produk susu sapi seperti ini, “ kata lelaki kelahiran Lumajang 47 tahun lalu.
Keberhasilan Suroso menggeluti usaha sapi perah, bermula dari hobi memelihara sapi. Ketika itu pada 1995, Suroso memelihara empat ekor di belakang rumahnya selama sepuluh tahun suroso sudah bisa mengembangkan sapi perah menjadi 30 ekor.
Namun di tengah keberhasilan itu, Suroso sebenarnya memiliki trauma dalam usaha peternakan. Kisahnya terjadi ktika harga susu mulai guncang akibat impor susu dari pemerintah tidak diproteksi, yang mengakibatkan harga susu anjlok, dan ini merugikan para peternak sapi pada umumnya.
Tapi, saat ini pemerintah mulai merespon harga susu, proteksi dibatasi sehingga harga susu kembali stabil,
Masih beruntung saat itu Suroso tidak punya tanggungan. Sementara ada kawan-kawannya sesama peternak sapi lebih tragis lagi. Menurut cerita suroso, ada peternak yang mempunyai lebih dari 100 ekor sapi tapi produk susunya sedikit , dengan harga turun jelas peternak itu rugi besar karena biaya operasional sapi lebih tinggi dari harga susu yang dijual.
Berkat usahanya ini di tahun 2007 Dinas Peternakan Jawa Timur telah memberi penghargaan sebagai peternak berprestasi tingkat jawa timur

Berdayakan Masyarakat Sekitar dengan UKM
Keberhasilan seseorang menekuni suatu usaha disamping ditentukan kerja keras dan ketekunan, tak jarang pula berkat bakat yang dimilikinya. Berkat bakat yang dimilikinya, Rusyami kini sukses sebagai pengusaha handy craft dan payet berlabel Rizky Handy Craft. Keterkaitannya untuk menekuni usaha kerajinan ini berawal dari saat Rusyami berekreasi ke Bali awal tahun 2001. Ketika itu dia
melihat sebuah tas dengan hiasan manik-manik yang menarik. Saya beli satu dan saya pelajari cara pembuatannya. Awalnya coba-coba dan ternyata saya bisa, kisah Rusyami.
Tahun 2001 ia mulai merintis usahanya dengan membuat tas payet. Dibantu dua orang tetangganya yang membantu membuat payet dan memasang manik-manik, ibu tiga anak ini bisa menghasilkan 10 tas yang kemudian dijual dari toko ke toko di Malang. “ Dulu saya menjajakan sendiri produk tas payet ke Malang untuk dititipkan ketoko-toko dan ternyata laku” kisahnya. Ternyata tas payet buatannya banyak diminati. Permintaan terus meningkat. Tahun 2004 Rusyami mulai mengembangkan usaha di Jatiurip Kecamatan Krejengan. Permohonannya untuk mendapatkan pinjaman kredit dari Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Probolinggo disetujui. Tahun 2006 usahanya mendapatkan suntikan dana Kredit Modal Kerja UKM ( KMK UKM ) sebesar Rp. 5 juta. Setahun kemudian ia kembali mendapatkan tambahan pinjaman sebesar Rp. 7,5 juta dari
bantuan permodalan yang sama. Usahanya yang terus berkembang dengan omzet yang terus meningkat menjadi pertimbangan propinsi untuk memberikan bantuan kredit KAPEL sebesar Rp. 200 juta. Dana tersebut dimanfaatkan untuk menambah modal usaha dan memperluas pemasaran produk. Kini Rusyami tidak hanya memproduksi tas payet dan tas wanita saja tapi juga tas kantor dan tas souvenir. Disamping itu usahanya berkembang pada usaha konveksi dan pembuatan kerudung. Produk aksesoris dan souvenirnya lebih bervariasi. Untuk memperkenalkan produk usahanya tersebut, Rusyami sering mengikuti kegiatan pameran dibeberapa kota baik skala regional maupun nasional. Bahkan pernah mengikuti pameran sampai kenegeri malaysia dalam event “ Home Decoration” tahun 2007. Pemasaran produknyapun menjangkau beberapa kota-kota besar seperti Surabaya dan Jakarta. “ Yang rutin adalah ke Bali, kami punya langganan yang memasok produk kami disana. Bahkan tiap tahun ada agenda rutin sekaligus pemasaran produk kerajinan ” Jelas alumnus IAIN Malang ini. Dari usaha kecil yang awalnya hanya dibantu dua orang tetangga, kini ia dapat memberikan pekerjaan pada 160 orang disekitar rumahnya didesa Jati Urip. Mereka tidak semuanya bekerja ditempat usaha Rusyami,
melainkan tersebar dirumah-rumah penduduk. “ Yang mereka kerjakan bermacam-macam tergantung ketrampilannya. Berkat keberhasilannya memberdayakan masyarakat sekitar khususnya ibu-ibu dan remaja putri tersebut, pada tahun 2006 Rusyami mendapatkan penghargaan sebagai juara I Pemuda Pelopor se Jawa Timur. Tak hanya itu, tahun 2007 ia kembali mendapatkan peringkat I Usaha Peningkatan Pendapatan Kelaurga Sejahtera (UPPKS) dari Bupati Probolinggo. Kini usahanya berkembang pesat. Omset perharipun mencapai angka juataan rupiah. Mesin-mesin yang dimilikinya cukup banyak dan berbervariasi seiring dengan variatifnya produk yang dihasilkan. Untuk usaha konveksi, Rusyami dibantu Anshori suaminya. Meskipun demikian, Rusyami memberikan kesempatan kepada siapa saja yang mau belajar. Bahkan ia menyediakan fasilitas baik peralatan maupun bahan. Dia berharap apa yang dilakukannya dapat memacu semangat generasi muda khususnya remaja putri untuk berkreasi.
melihat sebuah tas dengan hiasan manik-manik yang menarik. Saya beli satu dan saya pelajari cara pembuatannya. Awalnya coba-coba dan ternyata saya bisa, kisah Rusyami.
Tahun 2001 ia mulai merintis usahanya dengan membuat tas payet. Dibantu dua orang tetangganya yang membantu membuat payet dan memasang manik-manik, ibu tiga anak ini bisa menghasilkan 10 tas yang kemudian dijual dari toko ke toko di Malang. “ Dulu saya menjajakan sendiri produk tas payet ke Malang untuk dititipkan ketoko-toko dan ternyata laku” kisahnya. Ternyata tas payet buatannya banyak diminati. Permintaan terus meningkat. Tahun 2004 Rusyami mulai mengembangkan usaha di Jatiurip Kecamatan Krejengan. Permohonannya untuk mendapatkan pinjaman kredit dari Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Probolinggo disetujui. Tahun 2006 usahanya mendapatkan suntikan dana Kredit Modal Kerja UKM ( KMK UKM ) sebesar Rp. 5 juta. Setahun kemudian ia kembali mendapatkan tambahan pinjaman sebesar Rp. 7,5 juta dari
bantuan permodalan yang sama. Usahanya yang terus berkembang dengan omzet yang terus meningkat menjadi pertimbangan propinsi untuk memberikan bantuan kredit KAPEL sebesar Rp. 200 juta. Dana tersebut dimanfaatkan untuk menambah modal usaha dan memperluas pemasaran produk. Kini Rusyami tidak hanya memproduksi tas payet dan tas wanita saja tapi juga tas kantor dan tas souvenir. Disamping itu usahanya berkembang pada usaha konveksi dan pembuatan kerudung. Produk aksesoris dan souvenirnya lebih bervariasi. Untuk memperkenalkan produk usahanya tersebut, Rusyami sering mengikuti kegiatan pameran dibeberapa kota baik skala regional maupun nasional. Bahkan pernah mengikuti pameran sampai kenegeri malaysia dalam event “ Home Decoration” tahun 2007. Pemasaran produknyapun menjangkau beberapa kota-kota besar seperti Surabaya dan Jakarta. “ Yang rutin adalah ke Bali, kami punya langganan yang memasok produk kami disana. Bahkan tiap tahun ada agenda rutin sekaligus pemasaran produk kerajinan ” Jelas alumnus IAIN Malang ini. Dari usaha kecil yang awalnya hanya dibantu dua orang tetangga, kini ia dapat memberikan pekerjaan pada 160 orang disekitar rumahnya didesa Jati Urip. Mereka tidak semuanya bekerja ditempat usaha Rusyami,
melainkan tersebar dirumah-rumah penduduk. “ Yang mereka kerjakan bermacam-macam tergantung ketrampilannya. Berkat keberhasilannya memberdayakan masyarakat sekitar khususnya ibu-ibu dan remaja putri tersebut, pada tahun 2006 Rusyami mendapatkan penghargaan sebagai juara I Pemuda Pelopor se Jawa Timur. Tak hanya itu, tahun 2007 ia kembali mendapatkan peringkat I Usaha Peningkatan Pendapatan Kelaurga Sejahtera (UPPKS) dari Bupati Probolinggo. Kini usahanya berkembang pesat. Omset perharipun mencapai angka juataan rupiah. Mesin-mesin yang dimilikinya cukup banyak dan berbervariasi seiring dengan variatifnya produk yang dihasilkan. Untuk usaha konveksi, Rusyami dibantu Anshori suaminya. Meskipun demikian, Rusyami memberikan kesempatan kepada siapa saja yang mau belajar. Bahkan ia menyediakan fasilitas baik peralatan maupun bahan. Dia berharap apa yang dilakukannya dapat memacu semangat generasi muda khususnya remaja putri untuk berkreasi.

Saman Hariyanto
Belajar dari Pengalaman Buka Usaha Sendiri
Mencari dan memilih jenis usaha pernah saya rasakan seperti mencari jarum yang jatuh pada rerumputan,juga seperti mencari mutiara di lautan yang luas,luasanya lautan seperti halnya luas dan banyaknya peluang-peluang di sekitar kita
banyaknya tawaran peluang usaha ,kadang membikin kita juga pusing dan bingung bahkan dari sekian ribu peluang itu tak satupun yang kita realisasikan
Tak bisa dipungkiri kadang saya sendiri sering menghakimi peluang2 yang berpotensi itu dengan pertanyaan2,bisnis ini cocok tidak dengan saya? laku tidak nantinya,bagaimana kalau bangrut ? perlu modal besar dan masih banyak lagi pertannyaan senada, yang ujung - ujungnya tidak ada satupun usaha yang pernah kita jalani,dan saya menyadarinya kemudian bahwa dalam bisnis itu harus dikedepankan adalah “Take Action”
mungkin kata lainnya berbisnis bukan hanya dibayangkan tapi harus dilakukan, Walaupun dalam hal ini saya tidak mengesampingkan masalah survey dan uji kelayakan sebelumnya,tetapi jangan berlebihan dalam hal ini, singkatnya Realistis dengan kondisi yang ada.Nah itulah setidaknya yang pernah saya rasakan ketika memulai usaha lampu hias pada tahun 1998. ujar Saman laki-laki kelahiran Probolinggo 30 tahun lalu
Merintis usaha dari nol. Itulah awal keberhasilan yang kini dirasakan oleh Saman. Berawal dari hobi membuat hiasan lampu yang berbahan baku kayu , tanpa disangka mampu menghidupi Saman, sehingga bisa bertahan hidup hingga sekarang.Usaha membuat hiasan lampu ini diawali ketika ia lulus SLTA, dan ia bingung mau mencari kerja dimana
Di tengah kebingungan tersebut, muncul gagasan untuk membuka usaha kerajinan hiasan lampu meja. “Saya memang
punya hobi membuat hiasan lampu. Tapi tak pernah terbersit produk dari hobi saya ini bisa mendatangkan rezeki melimpah,”
kata Saman. Dari modal sebesar Rp 400.000 tersebut, sebanyak Rp 250.000 dipergunakan untuk modal. Ia pun membeli kayu untuk dibuat lampu hias.
Persisnya hiasan lampu buatan Saman ini berupa dudukan penyangga lampu meja.Setelah jadi, Saman menawarkan kepada beberapa teman dekatnya. Saat itu untuk sebuah hiasan lampu, Saman menjualnya rata-rata Rp 50.000. Respon teman-temannya ternyata cukup bagus. Dalam waktu tidak lama, hiasan lampu buatan Kuncono laku keras. Bahkan melalui teman-temannya, mulailah banyak pesanan dari orang lain.
Pemasaran melalui mulut ke mulut ini membuat hiasan lampu yang dibuat Saman semakin dikenal oleh masyarakat. Pasar produk hiasan lampu Saman .kini tidak lagi hanya dipasarkan di kawasan Griya Bandung Asri, tempat tinggalnya. Hiasan lampu Saman pun mulai dipasarkan di Probolinggo dan sekitarnya. Tak puas dengan pasar di dalam Kota , Saman mencoba menembus pasar di daerah lain, antara lain,Jogjakarta, Surabaya dan Bali. Caranya, yakni dengan mengikuti berbagai pameran yang diselenggarakan di kota-kota tersebut. Cara ini terbukti berhasil. Produk hiasan lampu buatan Saman ini banyak diminati.
Saman menjelaskan Produk lampu hias yang didesain atas ide sendiri, model desain perpaduan gaya khas lampu jepang dengan sentuhan motif tradisional, koalisi perpaduan model jepang -
tradisional menjadikan lampu hias saman lain dari pada yang lain
Ada 3 jenis hiasan lampu ala japan yang dibuatnya. Pertama hiasan lampu duduk yang kini dijual seharga Rp 150.000. Kemudian hiasan lampu tinggi dengan harga jual Rp 350.000 serta hiasan lampu didnding yang mirip lampiun yang dijual antara Rp 125.000 hingga Rp 225.000 per buah. Ketelatenan Saman kini memang telah membuahkan hasil. Menurutnya, setiap tahunnya omset penjualan yang dapat dikantonginya mencapai Rp 30 juta. Omset ini sendiri diakui sebenarnya telah menurun dibandingkan pada awal tahun 2001.”Sekitar tahun 2001, setahun omset saya bisa sampai Rp 50 juta,” papar Saman.
Dengan memiliki usaha sendiri, bersama keluarganya. Bahkan melalui usaha yang dirintisnya dari nol ini, Saman memberikan pekerjaan bagi penduduk sekitar . Saman mengakui dirinya tak mungkin bisa sukses tanpa dukungan dari para karyawannya., setiap bulan mampu memproduksi hiasan lampu antara 50-30 buah.Kesuksesan Saman ini agaknya menjadi contoh tepat bahwa tidak selamanya sebuah usaha yang dirintis membutuhkan modal banyak.

Tak hanya nyaman di tenggorokan, minuman yang berbahan alami dari daun serei dan cengkih ini akan membuat badan terasa lebih hangat.Wedang Pokak, penampilannya cukup sederhana. Mirip seduhan wedang jahe pada umumnya. Dari aromanya, kita akan langsung tertarik dengan dedaunan rempah alami yang terkandung di dalam minuman ini.
Warna air pada minuman identik cokelat cerah, yang berasal dari air seduhan gula batu. Sedangkan bau harum muncul dari aroma daun pandan. Rasa hangat dan pedas berasal dari campuran daun serei dan serutan kayu cengkih, yang diolah menjadi satu dalam air yang mendidih.
Manfaat racikan berbagai rempah inilah, yang membuat wedang pokak ini bisa dianggap ampuh berkhasiat menjaga kesehatan
tubuh. Terutama bagi kita yang berada di cuaca dingin, atau bahkan bisa juga menikmati wedang ini setelah lelah berolah raga atau setelah lelah beraktivitas seharia
Wedang pokak ini banyak ditemui di Kabupaten Probolinggo terutama didaerah Sukapura dan Leces, adalah ibu Sukesi si pembuat ide wedang pokak asal Sukapura, usaha yang dirintis sejak lima tahun mampu menyesejahterakan masyarakat sekitarnya
Ibu Sukesi tidak hanya memproduksi minuman pokak, tapi sekaligus memasarkan ke berbagai daerah sekaligus mempromosikan wedang asli sukapura
Warna air pada minuman identik cokelat cerah, yang berasal dari air seduhan gula batu. Sedangkan bau harum muncul dari aroma daun pandan. Rasa hangat dan pedas berasal dari campuran daun serei dan serutan kayu cengkih, yang diolah menjadi satu dalam air yang mendidih.
Manfaat racikan berbagai rempah inilah, yang membuat wedang pokak ini bisa dianggap ampuh berkhasiat menjaga kesehatan
tubuh. Terutama bagi kita yang berada di cuaca dingin, atau bahkan bisa juga menikmati wedang ini setelah lelah berolah raga atau setelah lelah beraktivitas seharia
Wedang pokak ini banyak ditemui di Kabupaten Probolinggo terutama didaerah Sukapura dan Leces, adalah ibu Sukesi si pembuat ide wedang pokak asal Sukapura, usaha yang dirintis sejak lima tahun mampu menyesejahterakan masyarakat sekitarnya
Ibu Sukesi tidak hanya memproduksi minuman pokak, tapi sekaligus memasarkan ke berbagai daerah sekaligus mempromosikan wedang asli sukapura

