Subscribe:Posts Comments

You Are Here: Home makanan , Profile Petis udang


Petis udang ala maron

Untuk bisa menjangkau pasar yang lebih luas, pengusaha petis udang Desa Ganting Wetan Kecamatan Maron, terkendala persoalan teknik pengolahan serta pengawetan produk. Padahal, dengan kemampuan produksi rata-rata 50-100 kg per hari, sekitar delapan pengusaha petis udang di daerah Probolinggo ini mampu memasarkan produksi mereka ke beberapa kota seperti Surabaya, Malang, Mojosari, Mojokerto, dan Banyuwangi.

"Selama itu petis hanya bisa bertahan dua minggu, setelah itu berjamur. Hal itu tidak menjadi masalah jika kami hanya memasarkannya ke para pelanggan seperti biasa. Sebelum dua minggu barang dipastikan sudah habis terjual. Tetapi, jika kami mencoba memasarkannya ke lokasi baru, belum tentu dalam dua minggu petis kami habis terjual. Karena itulah kami perlu mengawetkan petis, tetapi tidak tahu caranya," ujar pengusaha petis udang UD.




Tiga Berlian Usaha pengolahan petis udang di Maron ini sudah dimulai sejak lebih dari tiga dekade lalu. Dimulai dari usaha yang saat itu masih menggunakan peralatan sederhana seperti lumpang untuk menumbuk rebusan kepala udang dan tungku perapian. Kemampuan produksinya pun masih kecil dan hanya dipasarkan ke sekitar probolinggo dan Situbondo. Hingga sekarang usahanya menyerap 10 pekerja. Untuk memproduksi empat setengah kuintal petis diperlukan satu ton lebih bahan baku kepala udang. Bahan baku itu dibeli dari pabrik-pabrik pengolahan udang ekspor seharga Rp 200 per kg. Setiap kali produksi sedikitnya harus tersedia modal Rp 5 juta sampai Rp 10 juta.
Setelah itu bahan baku direbus selama empat jam dan dihaluskan dengan menggunakan mesin penggiling. Setelah digiling ampasnya diperas dan air perasan itulah yang menjadi bahanutama pembuatan petis. "Proses membuatnya selama 24 jam dan dari bahan baku yang sama bisa dibuat petis dengan dua kualitas berbeda,"



Tags: makanan , Profile

0 komentar

Leave a Reply