Mantan Supervisor, pernah Bisnis Kain dan Jamu Berbagai usaha telah dilakoni Rohman, 39. Menjadi TKI, berjualan kain dan meracik jamu telah dicobanya. Namun toh, semuanya tak berujung untung. Nasib baik mulai tampak berpihak kepadanya baru pada tahun 2001 lalu. Saat ia mulai menekuni usaha membuat limun dan sirup di rumahnya. Ikuti cerita suksesnya.
Sementara itu Rohman, sang pemilik perusahaan tampak asyik menerima telepon yang rupanya berasal dari salah seorang pelanggan produknya. Yang menarik, jika telepon dari pelanggan itu berhubungan dengan rencana pemesanan, Rohman selalu mengganti biayanya. "Hanya sekedar mengganti ongkos ke wartel," tukasnya merendah.
Meski sepele, Rohman mengaku kebijakan mengganti uang telepon pelanggan yang menghubunginya sangat efektif. Sebab, pelanggan tidak akan keberatan menelepon dirinya untuk memesan barang. Dan, tentu saja meningkatkan jumlah pesanan langganan kepadanya.
Rohman mengaku, sebenarnya di daerah Kecamatan Paiton dan
sekitarnya dirinya tidak sendirian. Ada beberapa pengusaha minuman limun lain yang menjadi pesaingnya. "Alhamdulillah, adanya pesaing tidak membuat pemesanan terhadap produk saya berkurang. Bahkan sehari-hari para pegawai masih sering kewalahan memenuhi pesanan pelanggan," ujarnya.
Dengan harga Rp 7800/krat (di pasaran rata-rata dijual Rp 325/botol), perusahaan Rohman mampu menjual hingga 80 krat per hari. Dengan hitungan tiap krat terdiri dari 24 botol minuman.
"Lima orang tenaga pemasaran berkeliling menjajakan produk ke warung-warung di desa-desa. Ada juga langganan yang langsung memesan produk dengan cara menelepon ke sini," ujar laki-laki kelahiran Keras, Kediri 9 Nopember 1967 ini.
Berkah menekuni usaha pembuatan minuman limun itu tak hanya berefek pada kehidupan ekonomi keluaganya yang semakin membaik. Saat ini, Rohman juga mampu menggaji 9 orang karyawan yang dipekerjakannya. "Alhamdulillah. Doakan saja akan semakin berkembang. Saya bersyukur sudah bisa seperti ini," pintanya kepada Radar Bromo yang mendatangi pabriknya di Desa Pandean, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo dua hari lalu.
Meski sudah terbilang lumayan, Rohman mengaku tidak akan bisa melupakan perjalanan hidupnya meniti sukses seperti sekarang. "Tidak tiba-tiba seperti ini. Ada proses yang panjang
sampai akhirnya saya memutuskan bisnis minuman limun di sini," ujarnya.
Rohman bercerita, dulu saat masih muda, ia sempat menjajal diri menjadi TKI di Riyadh Arab Saudi. Hanya dua tahun, akhirnya ia tak kerasan dan memutuskan pulang kembali ke tanah air. "Waktu itu pertimbangannya saya merasa sudah tua dan ingin menikah," katanya. Tak lama sesampai di tanah air, Rohman menyunting Lilik Suryani, gadis asal Blitar yang hingga kini menjadi istrinya.
Sepulang dari Arab, Rohman sempat bekerja sebagai karyawan sebuah pabrik plastik. Posisi sebagai supervisor di pabrik tersebut ternyata tak membuatnya puas. Buktinya Rohman memilih keluar.
Ia lebih memilih berdikari melakukan bisnis dan menjajal berbagai usaha untuk menghidupi keluarganya. Petualangan pertamanya di dunia niaga dilakoninya sebagai pengusaha angkutan. Namun itu hanya berjalan beberapa tahun saja.
Merasa usaha itu tak cocok dengan peruntungannya, Rohman pun berbelok menekuni usaha dagang kain. Namun, lagi-lagi usaha itu tak cukup mengundang laba ke kantongnya. "Kain tak pernah bisa habis total. Sebab selera pasar sangat dipengaruhi oleh tren yang terus berkembang," tegasnya.
Gagal di kain, Rohman mencoba berjualan jamu sebagai usaha berikutnya. Entah karena apa, usaha itupun juga gagal. Gagal di
berjualan kain, jamu dan angkutan tak membuat bapak dua anak ini patah arang.
Sampai akhirnya muncul ide membuat usaha minuman limun. "Awalnya saya sering melihat di warung-warung. Para pemilik warung mengaku bahwa mereka sering kehabisan stok. Padahal peminatnya banyak. Saya berpikir akan sangat menguntungkan, kalau seandainya saya menangkap peluang itu," kenangnya.
Dengan tekad bulat, Rohman akhirnya memilih jenis usaha minuman itu sebagai pilihannya. Tak main-main, ia sempat menjalani kursus singkat membuat limun berbiaya tinggi. "Kursusnya Rp 1 juta untuk dua jam. Saya ikut di Blitar pada 2001 lalu," ujarnya.
Hasilnya mengagumkan. Ia pun menguasai teknis membuat limun dalam enam rasa. Ia bisa mengolah air putih yang disaring, lalu dicampur dengan sejumlah zat kimia menjadi minuman berkarbonase dalam rasa nanas, strawberi, kopi, mocca, jambu biji, jeruk dan leci.
Kemahiran dan teknik saja ternyata tidak cukup. Rohman harus merayu istrinya agar merelakan kalung miliknya dijual untuk modal. Dan, barangkali sudah sesuai garis tangannya bisnis minuman itupun berhasil sampai sekarang. Perusahaannya juga sudah terdaftar di Departemen Kesehatan Pusat.
"Awalnya saya memasarkan sendiri dengan menggunakan satu motor. Lalu berkembang menjadi dua motor. Berkembang lagi sekarang saya memiliki Tossa dan lima orang karyawan bagian pemasaran," ujarnya dengan muka berbinar
Sementara itu Rohman, sang pemilik perusahaan tampak asyik menerima telepon yang rupanya berasal dari salah seorang pelanggan produknya. Yang menarik, jika telepon dari pelanggan itu berhubungan dengan rencana pemesanan, Rohman selalu mengganti biayanya. "Hanya sekedar mengganti ongkos ke wartel," tukasnya merendah.
Meski sepele, Rohman mengaku kebijakan mengganti uang telepon pelanggan yang menghubunginya sangat efektif. Sebab, pelanggan tidak akan keberatan menelepon dirinya untuk memesan barang. Dan, tentu saja meningkatkan jumlah pesanan langganan kepadanya.
Rohman mengaku, sebenarnya di daerah Kecamatan Paiton dan
sekitarnya dirinya tidak sendirian. Ada beberapa pengusaha minuman limun lain yang menjadi pesaingnya. "Alhamdulillah, adanya pesaing tidak membuat pemesanan terhadap produk saya berkurang. Bahkan sehari-hari para pegawai masih sering kewalahan memenuhi pesanan pelanggan," ujarnya.
Dengan harga Rp 7800/krat (di pasaran rata-rata dijual Rp 325/botol), perusahaan Rohman mampu menjual hingga 80 krat per hari. Dengan hitungan tiap krat terdiri dari 24 botol minuman.
"Lima orang tenaga pemasaran berkeliling menjajakan produk ke warung-warung di desa-desa. Ada juga langganan yang langsung memesan produk dengan cara menelepon ke sini," ujar laki-laki kelahiran Keras, Kediri 9 Nopember 1967 ini.
Berkah menekuni usaha pembuatan minuman limun itu tak hanya berefek pada kehidupan ekonomi keluaganya yang semakin membaik. Saat ini, Rohman juga mampu menggaji 9 orang karyawan yang dipekerjakannya. "Alhamdulillah. Doakan saja akan semakin berkembang. Saya bersyukur sudah bisa seperti ini," pintanya kepada Radar Bromo yang mendatangi pabriknya di Desa Pandean, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo dua hari lalu.
Meski sudah terbilang lumayan, Rohman mengaku tidak akan bisa melupakan perjalanan hidupnya meniti sukses seperti sekarang. "Tidak tiba-tiba seperti ini. Ada proses yang panjang
sampai akhirnya saya memutuskan bisnis minuman limun di sini," ujarnya.
Rohman bercerita, dulu saat masih muda, ia sempat menjajal diri menjadi TKI di Riyadh Arab Saudi. Hanya dua tahun, akhirnya ia tak kerasan dan memutuskan pulang kembali ke tanah air. "Waktu itu pertimbangannya saya merasa sudah tua dan ingin menikah," katanya. Tak lama sesampai di tanah air, Rohman menyunting Lilik Suryani, gadis asal Blitar yang hingga kini menjadi istrinya.
Sepulang dari Arab, Rohman sempat bekerja sebagai karyawan sebuah pabrik plastik. Posisi sebagai supervisor di pabrik tersebut ternyata tak membuatnya puas. Buktinya Rohman memilih keluar.
Ia lebih memilih berdikari melakukan bisnis dan menjajal berbagai usaha untuk menghidupi keluarganya. Petualangan pertamanya di dunia niaga dilakoninya sebagai pengusaha angkutan. Namun itu hanya berjalan beberapa tahun saja.
Merasa usaha itu tak cocok dengan peruntungannya, Rohman pun berbelok menekuni usaha dagang kain. Namun, lagi-lagi usaha itu tak cukup mengundang laba ke kantongnya. "Kain tak pernah bisa habis total. Sebab selera pasar sangat dipengaruhi oleh tren yang terus berkembang," tegasnya.
Gagal di kain, Rohman mencoba berjualan jamu sebagai usaha berikutnya. Entah karena apa, usaha itupun juga gagal. Gagal di
berjualan kain, jamu dan angkutan tak membuat bapak dua anak ini patah arang.
Sampai akhirnya muncul ide membuat usaha minuman limun. "Awalnya saya sering melihat di warung-warung. Para pemilik warung mengaku bahwa mereka sering kehabisan stok. Padahal peminatnya banyak. Saya berpikir akan sangat menguntungkan, kalau seandainya saya menangkap peluang itu," kenangnya.
Dengan tekad bulat, Rohman akhirnya memilih jenis usaha minuman itu sebagai pilihannya. Tak main-main, ia sempat menjalani kursus singkat membuat limun berbiaya tinggi. "Kursusnya Rp 1 juta untuk dua jam. Saya ikut di Blitar pada 2001 lalu," ujarnya.
Hasilnya mengagumkan. Ia pun menguasai teknis membuat limun dalam enam rasa. Ia bisa mengolah air putih yang disaring, lalu dicampur dengan sejumlah zat kimia menjadi minuman berkarbonase dalam rasa nanas, strawberi, kopi, mocca, jambu biji, jeruk dan leci.
Kemahiran dan teknik saja ternyata tidak cukup. Rohman harus merayu istrinya agar merelakan kalung miliknya dijual untuk modal. Dan, barangkali sudah sesuai garis tangannya bisnis minuman itupun berhasil sampai sekarang. Perusahaannya juga sudah terdaftar di Departemen Kesehatan Pusat.
"Awalnya saya memasarkan sendiri dengan menggunakan satu motor. Lalu berkembang menjadi dua motor. Berkembang lagi sekarang saya memiliki Tossa dan lima orang karyawan bagian pemasaran," ujarnya dengan muka berbinar
0 komentar